Seorang PSK di bawah umur di Brasil (Mirror Football)
Proses
pembangunan dan renovasi stadion Piala Dunia 2014 di Brasil ternyata
menyimpan sisi gelap. Di tengah hiruk pikuk pengerjaan stadion yang
memakan biaya ratusan juta dollar, bisnis prostitusi menjamur seperti di
musim hujan.
Pekerja Seks Komersial (PSK) memanfaatkan pembangunan stadion sebagai 'arena' mencari nafkah. Mereka menjajakan diri kepada pekerja bangunan stadion. Tidak hanya PSK dewasa, wanita di belasan tahun terjun mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup.
PSK memanfaatkan jam makan siang untuk menjual tubuh kepada pekerja dengan tarif 2.60 sampai 4 pound untuk sekali kencan. Para PSK memanfaatkan gubuk-gubuk kumuh di sekitar stadion sebagai tempat berbuat mesum. Tidak jarang, pria hidung belang mengajak pelacur ke kamar masing-masing.
Tingginya angka kemiskinan di Brasil membuat wanita di bawah umur tidak memiliki pilihan menyambung hidup dengan cara menjual diri. Ironisnya, wanita yang tinggal kawasan kumuh, Favela da Paz dipaksa melacur oleh kelompok tertentu. Jarak berdekatan antara stadion Sao Paulo dimanfaatkan kelompok tersebut mencari keuntungan.
Pekerja Seks Komersial (PSK) memanfaatkan pembangunan stadion sebagai 'arena' mencari nafkah. Mereka menjajakan diri kepada pekerja bangunan stadion. Tidak hanya PSK dewasa, wanita di belasan tahun terjun mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup.
PSK memanfaatkan jam makan siang untuk menjual tubuh kepada pekerja dengan tarif 2.60 sampai 4 pound untuk sekali kencan. Para PSK memanfaatkan gubuk-gubuk kumuh di sekitar stadion sebagai tempat berbuat mesum. Tidak jarang, pria hidung belang mengajak pelacur ke kamar masing-masing.
Tingginya angka kemiskinan di Brasil membuat wanita di bawah umur tidak memiliki pilihan menyambung hidup dengan cara menjual diri. Ironisnya, wanita yang tinggal kawasan kumuh, Favela da Paz dipaksa melacur oleh kelompok tertentu. Jarak berdekatan antara stadion Sao Paulo dimanfaatkan kelompok tersebut mencari keuntungan.
Bangunan kumuh sebagai tempat prostitusi
Dari pengusutan Sunday
Mirror, PSK berusia 14 tahun bernama Poliana ikut mengais rezeki dari
pembangunan stadion Sao Paulo. Wanita tersebut mengaku baru menggeluti
profesi ini sejak tiga bulan lalu. Awalnya, dia mengikuti teman
sebayanya mencari uang melalui cara jalan pintas. Polina menjelaskan,
setidaknya terdapat 300 pekerja bangunan stadion Sao Paulo. Dalam
sehari, Polina biasanya melayani 15 pekerja.
"Saya tergoda ikut
menjual diri setelah teman saya lebih dulu bekerja di bisnis ini dan ada
orang yang meminta saya untuk melakukannya," ungkapnya. Polina
mengatakan, hampir semua klien pekerja bagunan stadion.
"Mereka memang membayar, tapi terkadang tidak memperlakukan saya dengan baik," lanjutnya.
Desakan ekonomi menjadi motif utama Polina memilih profesi ini. Dia sudah putus asa mencari uang setelah kedua orang tuanya meninggal. "Ketika Ibu saya meninggal, saya merasa sangat kehilangan. Lalu, saya keluar malam. Saya sudah tidak tahu cara mencari uang untuk makan dan membayar sewa rumah," cerita Polina. Dua pekan silam, Polina baru mengetahui dirinya tengah berbadan dua.
Desakan ekonomi menjadi motif utama Polina memilih profesi ini. Dia sudah putus asa mencari uang setelah kedua orang tuanya meninggal. "Ketika Ibu saya meninggal, saya merasa sangat kehilangan. Lalu, saya keluar malam. Saya sudah tidak tahu cara mencari uang untuk makan dan membayar sewa rumah," cerita Polina. Dua pekan silam, Polina baru mengetahui dirinya tengah berbadan dua.
Menurut dia, banyak PSK
lebih muda darinya berusia antara 11 hingga 12 tahun. Jumlahnya bisa
terus meningkat jelang Piala Dunia. Terlebih banyak turis asing yang
akan datang ke Brasil pada pertengahan tahun nanti.
"Saya yakin bisa
mendapatkan penghasilan lebih banyak dari penggemar sepakbola. Untuk
berkencan dengan orang asing saya akan menetapkan tarif yang lebih
tinggi," paparnya.
Anggota Dewan Kota
setempat pun tampaknya tidak bisa berbuat banyak untuk menekan angka
prostitusi di bawah umur. Menurut salah seorang Anggota Dewan Kota,
Laercio Benco, pihaknya kewalahan menerima laporan masyarakat yang
mengeluhkan maraknya prostitusi wanita di bawah umur sebelum Piala
Dunia.
"Sejak membuka layanan
pengaduan sembilan bulan lalu, telepon kami tidak pernah berhenti
berdering," katanya. "Sao Paulo tidak terorganisir untuk mencegah
eksploitasi seksual anak di bawah umur, tidak hanya menjelang acara
besar seperti Piala Dunia 2014, kasus ini sudah sering terjadi,"
jelasnya.
Benco mengakui, pihaknya kesulitan memberantas prostitusi anak di bawah umur karena banyak muatan unsur politisnya. "Ini masalah serius yang menuntut tanggapan dari semua pihak, tapi saya takut karena kurangnya kemauan politik untuk mengentaskan kasus ini."
Benco mengakui, pihaknya kesulitan memberantas prostitusi anak di bawah umur karena banyak muatan unsur politisnya. "Ini masalah serius yang menuntut tanggapan dari semua pihak, tapi saya takut karena kurangnya kemauan politik untuk mengentaskan kasus ini."
sumber:http://bola.viva.co.id/
0 komentar:
Post a Comment